Sabtu, 14 September 2019

JURNAL KESEHATAN


MUTU PELAYANAN PUSKESMAS PERAWATAN YANG BERSTATUS BADAN LAYANAN UMUM DAERAH
Oleh :
Putu Ayu Indrayathi, Rina Listyowati, Ni Made Sri Nopiyani, Luh Putu Sinthya Ulandari
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Udayana
Abstrak
Kebijakan pusat pelayanan kesehatan masyarakat (puskesmas) sebagai Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) diimplentasikan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dasar. Kebijakan BLUD puskesmas telah    
diterapkan di Kabupaten Gianyar sejak tahun 2010 dan berlaku pada puskesmas perawatan maupun nonperawatan. Pelaksanaan BLUD puskesmas tidak selalu meningkatkan mutu layanan. Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran mutu pelayanan puskesmas perawatan yang berstatus BLUD di Kabupaten Gianyar. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Tempat dan waktu penelitian ini dilakukan di Kabupaten Gianyar, Agustus hingga Desember 2013. Data kuantitatif dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner kepada 105 pengguna layanan di empat puskesmas yang dipil- ih dengan cara multistage random sampling. Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam kepada 13 penyedia pelayanan kesehatan yang dipilih secara purposive sampling. Data kuantitatif dianalisis secara deskriptif dan data kualitatif dianalisis dengan analisis tematik. Dari hasil penelitian, pelayanan di puskesmas perawatan berstatus BLUD di Gianyar dinilai kurang memuaskan karena keterbatasan peralatan medis dan ku- rangnya tenaga yang kompeten dalam pengelolaan keuangan. Pelatihan pengelolaan keuangan pada staf puskesmas dan perekrutan tenaga berlatar belakang akuntansi penting untuk dilakukan.
Kata kunci: Badan layanan umum, implementasi, kebijakan, puskesmas

Pendahuluan
(BLUD) di setiap puskesmas karena puskesmas adalah ujung tombak dalam pembangunan kesehatan masyarakat. Banyaknya keluhan masyarakat akan rendah- nya kualitas pelayanan di puskesmas menjadi salah satu alasan dibentuknya puskesmas BLUD. Dari 13 puskesmas utama yang ada di Kabupaten Gianyar, empat diantaranya adalah puskesmas yang berstatus sebagai puskesmas per- awatan yang menyediakan pelayanan 24 jam.1
Berkembangnya berbagai jenis pelayanan kesehatan membuat mutu pelayanan kesehatan di puskesmas mudah terabaikan.2 Kondisi ini harus dicermati, mengingat kual- itas pelayanan puskesmas sebaiknya mendapatkan perha- tian yang khusus sehubungan dengan semakin tingginya jumlah kunjungan pasien dan pemanfaatan fasilitas puskesmas 24 jam. Dari segi perspektif pengguna layanan kesehatan, mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dari li- ma dimensi mutu yaitu tangible (bukti langsung), reliabil- ity (keandalan), responsiveness (cepat tanggap), assur- ance (kepastian), dan emphaty (empati) sehingga terwu- judlah pelayanan kesehatan yang berkualitas.3
Seiring dengan berjalannya kebijakan puskesmas berbentuk layanan usaha di Kabupaten Gianyar, suatu pemantauan oleh pihak eksternal secara komprehensif belum pernah dilakukan. Menurut Azwar,4 monitoring merupakan suatu kegiatan pemantauan/evaluasi pada proses yang berfokus pada pelaksanaan program. Pemantauan penting untuk dilakukan karena fungsi man- ajemen ini mengandung fungsi pengendalian atas kegiatan yang tengah dilaksanakan. Pemantauan di- lakukan dari segi penyedia dan pengguna layanan. Hal ini berguna untuk mengukur suatu implementasi program serta mengetahui bagian-bagian yang harus dilakukan perubahan guna meningkatkan kepuasan pelanggan.4 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mu- tu pelayanan puskesmas perawatan yang berstatus BLUD di Kabupaten Gianyar sehingga diharapkan dapat mem- berikan masukan kepada pihak pelaksana dalam opti- malisasi pelaksananan guna peningkatan mutu pelayanan.

Metode

Penelitian ini dilakukan di 4 puskesmas yang memili
 ki fasilitas perawatan di Kabupaten Gianyar, pada bulan Agustus Desember 2013. Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan pengumpulan data den- gan metode campuran, yakni kombinasi kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan dengan menye- barkan kuesioner kepada 105 orang pengguna layanan di empat puskesmas perawatan di Gianyar yang dipilih se- cara multistage random sampling. Sedangkan data kual- itatif dikumpulkan dengan melakukan wawancara men- dalam kepada informan kunci yang dipilih secara purpo- sive sampling. Wawancara mendalam dilakukan kepada empat kepala puskesmas, empat staf medis, empat staf nonmedis, dan kepala dinas. Data kuantitatif dianalisis secara deskriptif dan data kualitatif dianalisis dengan analisis tematik yaitu proses mengkode informasi, yang dapat menghasilkan daftar tema sehingga memu- ngkinkan penerjemahan informasi kualitatif menjadi da- ta kualitatif seperlu kebutuhan peneliti.
Analisis data secara deskriptif dengan memban- dingkannya pada teori yang diperoleh dari studi kepus- takaan dan penelusuran dokumen. Variabel kuantitatif dalam penelitian ini adalah lima dimensi mutu, yaitu tan- gible (bukti langsung), reliability (keandalan), respon- siveness (cepat tanggap), assurance (kepastian), dan em- phaty (empati). Sedangkan untuk penelitian kualitatif, variabel dalam penelitian ini adalah persepsi pemberi layanan mengenai mutu pelayanan pada puskesmas per- awatan yang berstatus BLUD.


Hasil
Persepsi Masyarakat Pengguna Layanan Puskesmas
Persepsi masyarakat pengguna layanan puskesmas perawatan yang telah berstatus BLUD mengenai kualitas layanan berbagai puskesmas, yaitu Puskesmas Ubud I (34 orang), Puskesmas Payangan (13 orang), Puskesmas Tampaksiring II (33 orang), dan Puskesmas Tegallalang  I (25 orang) dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 menunjukkan bahwa persepsi masyarakat pengguna layanan pada Puskesmas Ubud I mengenai ke- lima dimensi mutu termasuk dalam kategori kurang baik. Pada Puskesmas Payangan dan Puskesmas Tampaksiring II, persepsi masyarakat menyatakan dimensi mutu relia bility, assurance, dan empathy baik. Sedangkan, pada Puskesmas Tegallalang I persepsi masyarakat yang menyatakan baik hanya pada dimensi reliability.
Persepsi pengguna layanan puskesmas perawatan yang berstatus BLUD di Kabupaten Gianyar diukur de- ngan menggunakan kuesioner yang mengacu kepada lima dimensi mutu pelayanan kesehatan yaitu keandalan (re- liability), cepat tanggap (reponsiveness), kepastian (as- surance), empati (emphaty) dan bukti langsung (tangi- ble). Hasil survei tingkat kepuasan pengguna secara ke- seluruhan mengenai layanan puskesmas perawatan dap- at dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat bahwa ada empat dimensi mutu yang dinilai dalam kategori persepsi ku- rang baik yakni untuk dimensi bukti langsung, dimensi kesigapan, dimensi kepercayaan, dan dimensi perhatian. Sedangkan, dimensi yang memiliki persepsi baik yaitu hanya dimensi kehandalan.

Persepsi Pemberi Pelayanan Kesehatan
Kebijakan BLUD Puskesmas di Kabupaten Gianyar telah ditetapkan sejak bulan Januari tahun 2010. Dari 13 puskesmas yang telah berstatus BLUD, terdapat empat puskesmas yang merupakan puskesmas perawatan de- ngan menyediakan pelayanan 24 jam. Dalam praktiknya, sebagian besar responden berpendapat bahwa kebijakan BLUD puskesmas memberikan keleluasaan bagi puskesmas untuk melaksanakan programprogram yang tepat sasaran sesuai dengan kebutuhan puskesmas. Baik dari pihak manajemen puskesmas dan staf puskesmas sangat terbantu dengan adanya kebijakan BLUD puskesmas. Seperti terangkum dalam kutipan wawan- cara berikut:
Kebijakan (Puskesmas BLU) ini memudahkan ka-
mi dalam melakukan inovasi dalam memberikan pelayanan (Informan 5)
Bagus bu...target program bisa lebih tercapai...saya di ANC seneng sekali karena program yang sudah diren- canakan bisa dilakukan (Informan 9)
Kebutuhan itu, kayak obat itu e..kita bisa meren- canakan sesuai dengan kebutuhan kita sendiri dan be- lanja apa gitu kita juga sendiri, kalau dulu sebelum

kebijakan ini adalah kurangnya tenaga yang kompeten sesuai dengan syarat dan ketentuan BLUD.
Susah sekali awalnya..kami tidak punya kapasitas untuk membuat laporan keuangan dan administrasi yang susah..(Informan 7)
Banyak sekali dulu, itu dah yang saya bilang awal dari kita masuk BLU itu karena..yang..yang..banyak berubah kan manajemen itu, administrasi dan manaje- men, memang susah..susah tapi karena kita ee..bareng- an bertiga belas jadi kan sama-sama gitu lo cari infor- masi(Informan 1)
Banyak masalah dalam proses implementasinya
..kami belajar ke pemda bagian keuangan karena dinas juga belum punya pengalaman tentang BLU (Informan 8)
Selain ada beberapa permasalahan pada awal pelak- sanaan kebijakan BLUD, terdapat pula beberapa ham- batan terkait pelaksanaan puskesmas perawatan yang menyediakan pelayanan 24 jam. Dalam hal ini, sebagian besar responden menyatakan bahwa pelayanan kesehatan 24 jam masih terkendala dengan jumlah tenaga medis seperti dokter dan perawat serta peralatan medis yang belum cukup memadai. Seperti terangkum dalam kutipan wawancara berikut.
Kalo infrastruktur sudah, cuman yang masih kendala disini itu dah, SDM pada bidang-bidang yang kurang seperti yang saya bilang tadi, salah satunya mungkin dengan ditambahnya SDM fungsional seperti dokter, perawat, juga sopir beserta ambulan emergency tadi.. (Informan 2).
Untuk prasarana itu bilanglah untuk ini  program- nya saya mungkin dari ini ee apa namanya ee apa na- manya dari alat alat bilanglah begitu perlu  dibantulah lagi sedikit, mungkin dari segi PHmeter (Informan 11) Meskipun terdapat beberapa kendala, pelaksanaan ke- bijakan BLUD ini juga memberikan dampak positif. Sejak diterapkannya kebijakan BLUD, kesejahteraan pe- gawai di puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar meningkat jika dibandingkan sebelum BLUD. Seperti
yang terangkum dalam kutipan wawancara berikut.
Insentif secara financial sudah sesuai dan sudah lumayan dapatnya dibandingkan dengan puskesmas ini sebelum BLU. Sekarang karena sudah BLU jadinya kita bisa mengelola sendiri dana yang kita miliki untuk bera- pa persen buat jaspel agar pegawai sejahteralah juga



ya..hehe.. (Informan 2).
Dalam pelaksanaannya, hampir sebagian besar res- ponden berpendapat bahwa kebijakan BLUD layak un- tuk dipertahankan. Alasannya, kebijakan ini membuat puskesmas memiliki keleluasaan untuk membuat pro- gram-program yang tepat sasaran sesuai dengan kebu- tuhan masing-masing puskesmas dan meningkatkan kompetisi antar pemberi layanan kesehatan. Hal ini terungkap dari petikan wawancara berikut.
BLUD itu kan e..kayak tadi itu kita bisa mengatur keuangan sendiri dan merencanakan sendiri gitu, apa yang kita butuhkan kita rencanakan dari awal, apa yang mau dibeli gitu, kita tau itu biasa diatur.(Informan 3). Oo pasti perlu..perlu..sangat perlu itu.. Ya untuk gi- ni, kan peningkatan pelayanan itu bisa di tingkatkan la- gi  ya masalah kesejahteraan pegawai lebih meningkat
lagi. (Informan 4)

Pembahasan
Kualitas atau mutu menurut Goetsh dan Davis5 merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Menurut Lovelock dan Wright,6 kualitas pelayanan dapat diukur dengan membandingkan persepsi antara pelayanan yang diharapkan (expected service) dengan pelayanan yang di- terima dan dirasakan (perceived service) oleh pelanggan. Menurut Parasuraman, Zeithmal, dan Berry dalam Lupiyoadi,7 terdapat lima dimensi kualitas pelayanan yang disebut dengan SERVQUAL. Kelima dimensi kuali- tas pelayanan tersebut adalah sebagai berikut: tangible (bukti langsung), reliability (keandalan), responsiveness (cepat tanggap), assurance (kepastian), dan emphaty (empati) .
Penilaian pengguna layanan terhadap kualitas pelayanan khususnya dimensi penampilan atau bukti langsung (tangible) di puskesmas perawatan yang bersta- tus Badan Layanan Umum Daerah di Kabupaten Gianyar dilihat melalui beberapa pernyataan, meliputi kebersi- han, kenyamanan ruang tunggu, kelengkapan dan keber- sihan peralatan, serta kerapian dan kebersihan petugas kesehatan. Lingkungan puskesmas yang tidak terjaga sanitasinya akan mengakibatkan pengaruh buruk ter- hadap kesehatan petugas, penderita, pengunjung, maupun bagi masyarakat di sekitar puskesmas tersebut.8 Seharusnya kondisi puskesmas bersih mulai dari kamar mandi, ruang perawatan, ruang pemeriksaan, sampai dengan pintu keluar.9
Kelengkapan sarana dan prasarana juga perlu diper- hatikan, mengingat hal tersebut akan memengaruhi kepuasan konsumen. Menurut Kotler,10 salah satu upaya yang dilakukan manajemen perusahaan terutama yang berhubungan langsung dengan kepuasan konsumen, yaitu dengan memberikan fasilitas sebaik-baiknya demi

menarik dan mempertahankan pelanggan. Fasilitas meru- pakan sarana maupun prasarana yang penting dalam us- aha meningkatkan kepuasan seperti memberi kemuda- han serta memenuhi kebutuhan dan kenyamanan bagi pengguna jasa. Fasilitas yang dilihat konsumen meru- pakan bagian dari wujud nyata yang penting atas keselu- ruhan jasa yang ditawarkan.11 Tingkat kenyamanan dalam organisasi kesehatan juga perlu diperhatikan dis- amping fasilitas dan peralatan. Hal ini sesuai dengan pen- dapat Sabarguna12 yang juga menyatakan bahwa organ- isasi kesehatan perlu menjaga kenyamanan disamping peralatan yang memadai.
Infrastruktur dan fasilitas penunjang rawat inap terse- but akan menentukan kualitas layanan dan akhirnya berdampak terhadap kepuasan dan loyalitas pasien rawat inap puskesmas. Beberapa hasil penelitian yang telah di- lakukan oleh Boller et al, Andaleeb, Baltussen et al, dan Duong, et al.13-16 menyatakan bahwa fasilitas medis merupakan bagian dari dimensi kualitas layanan rawat inap.
Dengan adanya persepsi kurang baik terhadap pe- nampilan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh petu- gas puskesmas perawatan yang berstatus BLU di Kabupaten Gianyar, tentu membutuhkan upaya per- baikan guna lebih meningkatkan pelayanan, tanpa mengesampingkan hal lain yang sudah dianggap baik agar terus dapat dipertahankan. Melihat hasil dari persepsi responden terhadap dimensi penampilan atau bukti langsung pelayanan kesehatan puskesmas pera- watan yang berstatus BLU di Kabupaten Gianyar, se- baiknya pihak puskesmas lebih maksimal lagi dalam upa- ya pelayanan sesuai dengan standar yang ditetapkan. Menurut Stevans,17 penampilan merupakan sarana un- tuk membangun citra dan kredibilitas tenaga kesehatan untuk menambah keyakinan masyarakat atas pelayanan yang diberikan.
Kebijakan BLUD puskesmas di Kabupaten Gianyar dilandasi oleh adanya keinginan pemerintah daerah un- tuk menyediakan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat pengguna puskesmas, mengingat bahwa puskesmas adalah gardu terdepan dari pelayanan kese- hatan dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat. Dalam hal ini, kebijakan BLUD puskesmas di Kabupaten Gianyar mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum.18 Dengan adanya kebijakan tersebut, pihak Pemerintah Daerah Gianyar melihat peluang untuk menjadikan puskesmas sebagai lembaga yang berbentuk BLUD yang dilindungi dengan payung hukum SK Bupati Gianyar. Dalam hal ini BLUD dibentuk tidak berorientasi mencari keuntungan, namun untuk meningkatkan kesejahteraan umum bagi masyarakat. Seperti yang dikatakan oleh Max Weber bah- wa pemerintah memiliki peranan yang penting, ditinjau dari mechanic view pemerintah sebagai regulator dan se-



bagai administrator. Sedangkan ditinjau dari organic view, pemerintah berfungsi sebagai public service agency dan investor. Peranan sebagai regulator dan administra- tor erat sekali kaitannya dengan birokrasi, sedangkan se- bagai agen pelayanan masyarakat dan sebagai investor harus dinamis dan dapat ditransformasikan menjadi unit yang otonom.19
Diterapkannya kebijakan BLUD pada puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar dapat membantu pi- hak pemberi pelayanan kesehatan secara lebih leluasa menyediakan program-program kesehatan sesuai dengan yang dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah kerjanya. Organisasi perlu melaksanakan kegiatan inovasi dan se- cara berkesinambungan memperbaiki produk serta jasa- jasa mereka guna memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan menghadapi pihak pesaing.20
Hal ini sangat efisien jika dibandingkan dengan se- belum diterapkannya kebijakan BLUD puskesmas. Dalam hal ini, sering terjadi keterlambatan datangnya obat-obatan dari dinas kesehatan. Terkadang obat terse- but tidak dibutuhkan oleh puskesmas karena tidak sesuai dengan permasalahan kesehatan yang sedang terjadi, se- hingga mengakibatkan pasien tidak dapat ditangani de- ngan optimal. Obat-obatan tersebut tidak digunakan dan akhirnya menjadi kadaluarsa.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005,18 penerapan kebijakan BLUD instansi pemerintah memiliki fleksibilitas dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belan- ja, pengelolaan kas, serta pengadaan barang/jasa. Oleh sebab itu, melalui penerapan kebijakan ini pihak puskesmas dapat merencanakan kebutuhan seperti pro- gram kesehatan, peralatan medis, serta obat-obatan sesuai dengan kebutuhan dan permasalahan kesehatan yang dialami oleh masyarakat di wilayah kerjanya. Dengan tersedianya pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat (appropriateness) akan mempercepat kesembuhan pasien yang pada akhirnya dapat menimbulkan kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan yang diberikan.21
Hampir semua puskesmas perawatan di Gianyar mengalami kekurangan SDM khususnya dokter dan per- awat. Pada Puskesmas Tegallalang I, jumlah dokter yang ada hanya empat orang termasuk kepala puskemas, tiga orang diantaranya telah mendapatkan shift pagi. Shift malam menggunakan sistem on call untuk dokter apabi- la terdapat pasien gawat darurat pada malam hari. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Susanto yang menunjukkan bahwa di Puskesmas Bontang Utara II terjadi kekurangan tenaga kerja. Kekurangan tersebut dapat dilihat dari kurang seimbangnya tugas dan jumlah tenaga kesehatan pada shift pagi dan shift sore, sehingga menyebabkan beban kerja yang ditanggung pegawai di- rasa cukup berat.22

Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan di puskesmas mengakibatkan tenaga kesehatan yang ada harus menger- jakan tugas ganda dan sering kali tidak sesuai dengan keterampilan serta latar belakang pendidikannya. Hal ini dapat dilihat pada pelaksanaan kebijakan BLUD bahwa pejabat pengelola keuangan merupakan orang yang tidak memiliki kompetensi dan kurang memahami pengelolaan keuangan. Kekurangan tersebut akan menyebabkan tena- ga kerja akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas atau pekerjaannya dengan baik.23 Perlu dilakukan penambahan tenaga kerja bidang nonmedis melalui rekrutmen pola outsourcing.24 Rekrutmen tersebut perlu dilakukan karena SDM bidang nonmedis memiliki jum- lah terbatas sedangkan anggaran yang tersedia terbatas dan terjadi banyak perangkapan jabatan oleh tenaga medis seperti perawat dan bidan.
Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rondonuwu dan Trisnantoro,25 tentang studi kasus im- plementasi kebijakan pelaksanaan Pola Pengelolaan Keuangan BLUD di Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi NTB, kurangnya pemahaman para pengelola keuangan dan pejabat di RSJ Provinsi terhadap pola-pola pengelo- laan keuangan BLUD mengakibatkan implementasi kebi- jakan BLUD tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Oleh karena itu, pemahaman pelaksana ter- hadap isi dan mekanisme dari kebijakan menentukan kin- erja dari implementasi suatu kebijakan.
Ketersediaan sumber daya manusia merupakan seba- gai sebuah faktor utama yang sangat menentukan kegiatan implementasi ini. Dengan ketersediaan sumber daya yang mendukung kegiatan implementasi, akan mem- bantu organisasi yang bersangkutan mewujudkan kegiatan implementasi kebijakan baru dalam organisasi- nya. Menurut Van Meter dan Van Horn dan George C. Edward III dalam Widodo,26 sumber daya terbagi men- jadi tiga, yaitu staf, fasilitas, dan dana. Ketiganya meru- pakan sebuah kesatuan yang menentukan tingkat keber- hasilan dari kegiatan implementasi kebijakan yang akan dilaksanakan.
Salah satu kendala dalam pelaksanaan puskesmas per- awatan di Kabupaten Gianyar yakni peralatan medis yang tidak memadai. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Susanto,22 yaitu fasilitas kesehatan seperti per- alatan medis di Puskesmas Bontang Utara II masih di- anggap kurang. Dalam hal ini, fasilitas kesehatan dapat memengaruhi sebesar 0,447 kinerja pegawai. Tidak terse- dianya fasilitas kesehatan yang memadai akan menye- babkan pegawai tidak dapat mengerjakan tugas kerja sesuai dengan tanggung jawab yang dibebankan. Hal ini akan memengaruhi pelayanan yang diberikan dan kepuasan pasien. Salah satunya dipengaruhi oleh ke- lengkapan peralatan medis, fasilitas puskesmas yang memadai serta sarana pendukung pelayanan kesehatan.
Walaupun terjadi penambahan beban kerja pada pe-



gawai di puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar, adanya insentif yang diberikan berupa uang jasa pelayanan merupakan salah satu motivasi bagi pegawai untuk bekerja dengan baik. Menurut Dhania,27 salah satu alasan pegawai merasa nyaman dengan pekerjaan yang dijalani meskipun berat yakni adanya insentif yang diberikan guna untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Dengan adanya insentif yang diterima akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan itu sendiri.
Berbagai kendala yang dihadapi ini, tentunya juga dipengaruhi oleh suasana pada puskesmas kurang men- dukung. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Triprasetya,28 tentang analisis kesiapan penerapan kebijakan BLUD puskesmas di Kabupaten Kulon Progo, menyatakan bahwa hal tersebut juga dapat disebabkan oleh komitmen puskesmas yang masih kurang, sistem pengelolaan keuangan puskesmas yang belum men- dukung, dan bendahara puskesmas yang belum terlatih pengelolaan keuangan BLUD. Dalam pemberlakuan sis- tem badan layanan umum perlu dilakukan penanaman komitmen dan penyamaan persepsi di antara para pe- gawai terkait dengan tujuan implementasi BLU sehingga mereka dapat terbuka dan bersikap positif terhadap im- plementasi badan layanan ini. Dengan demikian, diharapkan para pegawai akan terpacu untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan implementasi. Hal ini kembali pa- da sifat badan layanan umum yang menuntut keterli- batan semua pihak di puskesmas.
Dengan diterapkannya kebijakan BLUD di puskesmas perawatan di Kabupaten Gianyar, pihak manajemen puskesmas perlu senantiasa menyediakan in- put (dana, tenaga, dan sarana prasarana) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat di wilayah kerjanya. Dengan tersedianya kuantitas dan kualitas (standard of personels and facilities), institusi kesehatan termasuk puskesmas dapat mengembangkan mutu pelayanannya dengan baik dan berkesinambungan.21 Keberhasilan im- plementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumber daya yang tersedia, baik sumber daya manusia maupun sumber daya nonmanusia. Setiap tahap implementasi kebijakan menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan. Disposisi implementor atau sikap para pelaksana berkai- tan langsung dengan ketersediaan kualitas dan kuantitas sumber daya manusia di institusi pelaksana kebijakan tersebut.25

Kesimpulan
Mutu pelayanan puskesmas Badan Layanan Umum Daerah di Kabupaten Gianyar masih dirasakan belum memuaskan. Hal ini terjadi karena masih ada kesulitan dalam penyediaan kelengkapan dan kesiapan peralatan medis sehingga masih terdapat beberapa pasien yang

tidak dapat memanfaatkan pelayanan puskesmas secara maksimal. Selain itu, komitmen yang rendah dari dinas kesehatan dalam pelaksanaan kebijakan BLUD puskesmas dan kurangnya tenaga administrasi yang me- ngelola keuangan mengakibatkan puskesmas mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugasnya dengan baik k sesuai dengan filosofi puskesmas sebagai lembaga BLUD.

Saran
Peneliti menyarankan agar pihak dinas kesehatan menyediakan input (dana, tenaga dan sarana prasarana) serta peraturan yang jelas tentang pengelolaan puskesmas BLUD sehingga tidak menimbulkan keraguan puskesmas dalam pelaksanaan kebijakan BLUD. Bagi pihak puskesmas agar mengikutsertakan staf pemagang pro- gram untuk mengikuti pelatihan-pelatihan mengenai pen- ganggaran atau pengangkatan staf yang berlatar belakang accounting sehingga bisa membantu kelancaran penyusunan penganggaran. Hal ini mungkin untuk di- lakukan karena puskesmas memiliki wewenang untuk mengangkat pegawai honorer karena status puskesmas yang BLUD.

Ucapan Terima Kasih
Terima kasih yang besar kami sampaikan kepada pi- hak Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Udayana atas kesempatan pendanaan yang diberikan se- hingga penelitian ini bisa dilaksanakan juga kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar dan seluruh responden yang terlibat dalam proses penelitian ini.

Daftar Pustaka
1.         Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar. Data puskesmas perawatan berstatus BLUD. Bali : Dinas Kesehatan Kabupaten Gianyar; 2010.
2.         Muninjaya AG. Manajemen kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004.
3.         Wahidah S. Analisis kebutuhan pasien terhadap mutu pelayanan unit rawat jalan di Puskesmas Kecamatan Pademang Kota Administrasi Jakarta Utara [skripsi]. Depok: Universitas Indonesia; 2008.
4.         Azwar A. Pengantar administrasi kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.
5.         Goetsch DL, Davis S. Introduction to total quality, quality, productivity, competitiveness. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall International Inc; 1994.
6.         Lovelock C,Wright L. Manajemen pemasaran jasa. Jakarta : PT. Intermasa; 2005
7.         Lupiyoadi, R. Manajemen pemasaran jasa: konsep dan implementasi. Jakarta : PT. Salemba Empat; 2001
8.         Wardana, W. Analisis tingkat kepuasan pasien terhadap kualitas pelayanan di unit ruang rawat inap Puskesmas Kintamani III Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli [laporan penelitian]. Denpasar: Universitas Udayana; 2009
9.         Wijono D. Manajemen mutu pelayanan kesehatan: teori, strategi dan ap-



likasi. Surabaya: Airlangga Universirty Press; 2000.
10.        Kotler P. Manajemen pemasaran: analisis, perencanaan, implementasi, dan kontrol. Jakarta : PT. Prehallindo; 2001
11.        Lamb CW, Hair JF, Daniel CM. Marketing. United States of America: South Western College Publishing; 2002
12.        Sabarguna B. Pemasaran rumah sakit. Yogyakarta: Konsorsium RSI; 2004
13.        Boller C, Wyss K, Mtasiwa D, Tanner M. Quality and comparison of an- tenatal care in public and private providers in the United Republic of Tanzania. Bulletin of the World Health Organization. 2003; 81 (2): 116- 22.
14.        Andaleeb SS. Public and private hospital in Bangladesh: service quality and predictors of hospital choice. Health Policy and Planning. 2000; 15(1): 95-102.
15.        Baltussen RM, Ye Y, Haddad S, Sauerborn RS. Perceived quality of care of primary health care services in Burkina Faso. Health Policy Planning. 2002; 17: 42-8.
16.        Duong DV, Binns CW, Lee AH, Hipgrave DB. Measuring client-per- ceived quality of maternity services in Rural Vietnam. International Journal of Quality Health Care. 2004; 6: 447-57.
17.        Stevans PJM. Ilmu Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999.
18.        Presiden Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Badan Layanan Umum. Jakarta: Kesekretariatan Negara Republik Indonesia; 2005.
19.        Dwiyanto A. Manajemen pelayanan publik: peduli, inklusif, dan kolab- oratif. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press; 2011.
20.        Winardi. Manajemen perubahan. Jakarta: Kencana; 2004.
21.        Muninjaya AAG. Manajemen mutu pelayanan kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC; 2013.
22.        Susanto, H. Pengaruh fasilitas kesehatan terhadap kinerja pegawai pada Puskesmas Bontang Utara II di Kecamatan Bontang Utara Kota Bontang. eJournal Administrasi Negara. 2014; 2 (1): 367-81.
23.        Sulistyaningsih A. Analisis pengaruh kepemimpinan, kompetensi, karak- teristik individu, locus of control daa penerapa teknologi informasi ter- hadap kinerja pegawai Pada Dinas Pendidikan Kabupaten Klaten. EX- CELLENT. 2009; 1: 1-25.
24.        Sutiarini NK. Analisis SWOT Untuk rencana strategik pengembangan badan layanan umum daerah (BLUD) Puskesmas di Kabupaten Gianyar[tesis]. Denpasar: Program Pasca Sarjana Universitas Udayana; 2011.
25.        Rondonuwu J, Trisnantoro L. Manajemen perubahan di lembaga pe- merintah: studi kasus implementasi kebijakan pelaksanaan PPK-BLUD di Rumah Sakit Jiwa Provinsi NTB. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. 2013; 2(4): 163-70.
26.        Widodo. Analisis kebijakan publik: konsep dan aplikasi analisis proses kebijakan publik. Malang: Bayu Media; 2011
27.        Dhania, DR. Pengaruh stres kerja, beban kerja terhadap kepuasan ker- ja (studi pada medical representatif di Kota Kudus). Jurnal Psikologi Universitas Muria Kudus. 2010; 1(1): 15-23.
28.        Triprasetya AS, Trisnantoro L, Putu NL. Analisis kesiapan penerapan ke- bijakan badan layanan umum daerah (BLUD) Puskesmas di Kabupaten Kulon Progo. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. 2014; 3 (3): 124 37.



ESAI ISMKMI

ISMKMI DAN PERANANNYA BAGI KESEHATAN MASYARAKAT

A. Pengertian ISMKMI
Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (ISMKMI) merupakan organisasi yang dibentuk pada tanggal 24 Desember 1991, didirikan oleh FKM Universitas Indonesia, Universitas Diponegoro, Universitas Sumatra Utara, Universitas Airlangga, Universitas Hassanudin. Saat ini ISMKMI beranggotakan sebanyak 56 organisasi mahasiswa kesehatan masyarakat se-Indonesia (hasil MUNAS ISMKMI ke-XII, Makassar). Sebagai ikatan organisasi mahasiswa se-profesi (IOMS) dibidang kesehatan masyarakat tentunya konteks pergerakan ISMKMI adalah untuk memasyarakatkan paradigma sehat sehingga indonesia sehat dapat terwujud sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu, pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat.

B. Sejarah ISMKMI
Didorong oleh adanya keinginan luhur dan sadar akan peranan, kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai warga negara serta dilandasi oleh tri dharma perguruan tinggi untuk membentuk himpunan mahasiswa kesehatan masyarakat se–Indonesia dalam suatu wadah yang berfungsi sebagai suatu sarana untuk bertukar pandang dan pikiran guna memecahkan persoalan-persoalan yang timbul didalam masyarakat dan dunia ilmiah, khususnya dalam pembangunan kesehatan nasional yang semakin kompleks di wilayah negara Republik Indonesia sesuai dengan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu kesehatan masyarakat .
Untuk mewujudkan ide tersebut bukanlah hal yang mudah. Dibutuhkan lebih dari sekedar kerja keras yang melelahkan dalam waktu yang cukup panjang. Atas inisiatif dari senat mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Hasanuddin, maka mulailah direalisir rencana tersebut tahap demi tahap. Mula-mula SEMA FKM Unhas mengirim dua orang utusannya pada pertengahan tahun 1989 sebagai langkah awal dalam mengadakan penjajakan pembentukan Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia. Utusan tersebut masing-masing sahabat Andi Mansur dan sahabat Fachruddin yang mengadakan kunjungan kampus keberbagai univesitas yang membina FKM dan PSKM.
Dari kunjungan kampus di Universitas Indonesia Jakarta, Universitas Diponegoro Semarang dan Universitas Airlangga Surabaya diperoleh hasil yang sangat memuaskan serta adnya dukungan dari mahasiswa FKM dan PSKM-FK mengenai rencana pembentukan tersebut.
Maka pada akhir tahun 1989, kurang lebih 25 orang mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Hasanuddin kembali mengadakan pertemuan dan seminar ilmiah di FKM-UI, PSKM FK-UNDIP, PSKM FK-UNAIR, FK UDAYANA, FK UGM dalam mkisi studi perbandingan Jawa-Bali yang tujuannya tiada lain untuk mencari persamaan persepsi baik terhadap mahasiswa kesehatan masyarakat maupun terhadap mahasiswa kedokteran untuk kelancaran rencana pembentukan ikatan senat yang dimaksud.
Pada tahun 1990 SEMA FKM UNHAS mengutus kembali dua orang yaitu sahabat Lukman Waris dan sahabat Asriful untuk sesegera mungkin mengadakan kunjungan dikampus PSKM FK-USU, PSKM FK-UNDIP, PSKM FK-UNAIR, dan FKM UI guna mengadakan konfirmasi waktu dan tempat pelaksanaan Musyawarah Nasional I Ikatan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat Indonesia (MUNAS I ISMKMI).
Dari hasil-hasil pertemuan yang diadakan diberbagai tempat tersebut, maka diperoleh kesepakatan bahwa semua PSKM dan FKM yang ada di Indonesia membebankan tanggung jawab kepada SEMA FKM Unhas sebagai pelaksana Munas I ISMKMI di Ujung Pandang (sekarang Makassar).
Sehingga pada Munas pertama tersebut terpilihlah Saudara Asriful sebagai Sekretaris Jenderal ISMKMI yang pertama untuk periode 1991-1993 dan selanjutnya untuk menghormati perjuangan sahabat-sahabat perintis ISMKMI lainnya, maka tanggal 24 Desember diperingati sebagai hari lahirnya ISMKMI.

C. Tujuan ISMKMI
Tujuan pendirian ISMKMI adalah Menjalin persatuan dan kesatuan antar Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia dalam rangka pembinaan Mahasiswa Kesehatan Masyarakat se-Indonesia sebagai insan yang menghayati dan mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam ilmu kesehatan masyarakat. Sedangkan tujuan khususnya adalah meningkatkan kepekaan dan peranan Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat dalam mengkritisi pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan kesehatan masyarakat pada khususnya serta meningkatkan peran aktif dalam upaya promotif dan preventif demi mencapai masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat dan produktif.
Untuk mencapai tujuan organisasi, maka diadakan musyawarah nasional yang diadakan setiap satu periode kepengurusan (dua tahun) yang pada akhirnya dilakukan penyusunan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga  (AD & ART), garis besar haluan organisasi (GBHO), pemilikan sekertaris jenderal, dan pemilihan perangkat kepengurusan nasional pada rapat kerja nasional (RAKERNAS). Dan ISMKMI murni pergerakan mahasiswa dari, oleh, untuk mahasiswa dan masyarakat secara luas . Fungsi Ikatan Organisasi Mahasiswa Sejenis (IOMS) kesehatan masyarakat ini tidak akan lepas dari fungsi kelembagaan institusinya masing – masing terutama dekanat masing – masing.

D. Cara Kerja ISMKMI
Cara ISMKMI menjalankan roda organisasi sesuai dengan ad/art dan gbho, yaitu dengan musyawarah mufakat dan menghasilkan keputusan tertinggi melalui munas dan rakernas atau hak perogratif sekjen terpilih untuk mengkordinir gerakan yang sudah ditetapkan sebelumnya. Saat ini ISMKMI beranggotakan 56 institusi yang tersebar dari Aceh hingga Papua. ISMKMI terbagi menjadi 4 wilayah kerja organisasi, yaitu Wilayah I (Sumatra, Kepri, Babel), Wilayah II (DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten, Kalimantan),Wilayah III (Jawa Tengah, DI Jogyakarta, Jawa Timur, Bali, NTT, NTB), dan Wilayah IV (Sulawesi, Ambon, Irian Jaya).

E. Tugas ISMKMI
Tugas dari ISMKMI adalah membina Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat yang betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, membina Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat yang berwawasan ilmiah dan sosial kemasyarakatan, membina dan menciptakan komunikasi yang baik dan berkelanjutan antar Senat Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, mengembangkan potensi kritis, inovatif, kreatif, dan keilmuan, menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan alumni mahasiswa kesehatan masyarakat se-Indonesia secara kekeluargaan, melakukan upaya-upaya advokasi terhadap masalah-masalah kesehatan masyarakat di Indonesia, menjalin dan membina hubungan kerjasama yang baik dengan organisasi atau institusi lain yang terkait baik dalam maupun luar negeri.

Kamis, 12 September 2019

FOTO ANGKATAN DIO VIOLA



YEL YEL ANGKATAN KESMAS 2019

Yel- Yel DIO VIOLA'19

Kesmas Kesmas Unsoed beraksi
Walau panas terik matahari
Berjuta kali kesmas Unsoed beraksi
Bagiku itu langkah pasti

Hari hari esok adalah milik kita
Kesmas Unsoed kebanggan bersama
Gegap gempita kami anak bangsa
Demi kejayaan Indonesia

Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu perjuangan beraksi
Walau panas terik matahari
Berjuta kali kesmas Unsoed beraksi
Bagiku itu langkah pasti

Hari hari esok adalah milik kita
Kesmas Unsoed kebanggan bersama
Gegap gempita kami anak bangsa
Demi kejayaan Indonesia

Marilah kawan mari kita nyanyikan
Sebuah lagu perjuangan


Rabu, 11 September 2019

ESAY TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI


TRI DHARMA PERGURUAN TINGGI

            Arti kata Tri Dharma secara bahasa yang berasal dari bahasa Sansekerta, di mana kata “Tri” yang berasal dari bahasa Sansakerta berarti tiga dan “Dharma” yang juga dari bahasa Sansakerta mengandung arti kewajiban.
            Jika mengacu pada arti dua kata yang telah disebutkan yaitu ‘tri” dan “dharma”, maka Tri Dharma di dalam suatu perguruan tinggi bisa diartikan atau didefinisikan. Tri Dharma Perguruan Tinggi adalah kewajiban kewajiban yang harus dipenuhi dalam suatu perguruan tinggi atau universitas yang berjumlah tiga kewajiban. Namun jika didefinisikan secara istilah, Tri Dharma Perguruan Tinggi merupakan tiga hal yang harus dimiliki atau harus ada di sebuah perguruan tinggi saat aktivitas akademik berlangsung. Dan tiga hal tersebut merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan dan dikembangkan secara berkesinambungan oleh seluruh civitas akademika di antaranya dosen dan mahasiswa.
Idealnya Tri Dharma Perguruan Tinggi ini harus diterapkan ke dalam jiwa seluruh peserta atau oranng orang yang berperan serta aktif dalam bidang kependidikan di perguruan tinggi tersebut, sehingga istilah ini bukan hanya slogan atau jargon belaka. Namun, hal inipun bisa membantu memotivasi untuk meningkatkan diri menjadi lebih baik lagi, mencapai target yang ditentukan dengan bekal dari Tri Dharma tersebut dan menjadi budaya yang disadari oleh semuanya. Dengan begitu, maka cita-cita dari Tri Dharma Perguruan Tinggi ini akan terwujud dan terimplementasikan dengan baik.
Dalam perundang undangan Tri Dharma Perguruan Tinggi yang selanjutnya disebut Tri Dharma adalah kewajiban perguruan tinggi untuk menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (UU No. 12 Tahun 2012, Pasal 1 Ayat 9) (Wibawa 2017).
Dalam Tri Dharma terdapat 3 poin penting untuk keberlangsungan suatu perguruan tinggi nyang akan dijelaskan dimasing masing poinnya, yaitu:    
Pertama, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara (Wibawa 2017)..
Bangsa Indonesia ini sangat membutuhkan kaum intelektual, yang kelak bisa membangun bangsa Indonesia menjadi lebih maju lagi kedepannya. Dan salah satu kaum intelektual yang jumlahnya semakin bertambah banyak dan merupakan generasi emas penerus bangsa adalah mahasiswa. Oleh karena itu, untuk mencetak generasi intelektual yang berbudi luhur serta memiliki sudut pandang yang baik terhadap dunia, maka perguruan tinggi membutuhkan sistem pendidikan yang baik. Sistem pendidikan yang baik dan komprehensif di perguruan tinggi tentunya tidak hanya sekedar transfer ilmu dari dosen ke mahasiswanya saja. Tetapi peran mendidik pun tetap harus menjadi tanggung jawab dosen sebagai tenaga pendidik untunk menjadikan para mahasiswanya memiliki kepribadian yang baik dan mampu menjadi penerus bangsa yang baik dan berkualitas di perguruan tinggi tersebut. Jadi sangatlah tidak benar, jika ada dosen yang lebih mengutamakan kepentingan pribadinya dibandingkan kepentingan para mahasiswanya.
 Yang kedua, penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut kaidah dan metode ilmiah secara sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan yang berkaitan dengan pemahaman dan/atau pengujian suatu cabang ilmu pengetahuan dan teknologi (Wibawa 2017). Selain sebagai sebuah wadah atau sistem pendidikan, perguruan tinggi pun memiliki kewajiban untuk melakukan penelitian dan pengembangan. Terkait semua ilmu yang diberikan di perguruan tinggi tersebut. Sehingga peran perguruan tinggi tidak hanya memberi ilmu yang sudah tersedia saja, namun perlu mengembangkan lagi ilmu tersebut melalui berbagai kegiatan penelitian. Kewajiban penelitian di perguruan tinggi ini tidak hanya ditujukan kepada mahasiswanya saja, tapi juga untuk para dosen pun diberi atau memiliki kewajiban yang sama. Tetapi bedanya jika mahasiswa melakukannya sebagai syarat kelulusan dengan mengimplementasikan ilmu yang didapat melalui penelitian, sedangkan untuk dosen menjadi syarat yang terkait dengan kenaikan jenjang karir. Namun tujuan utamanya yaitu tetap untuk pengembangan ilmu yang sudah ada dan penelitian hal-hal baru.
Poin ketiga, pengabdian kepada masyarakat adalah kegiatan sivitas akademika yang memanfaatkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi untuk memajukan kesejahteraan masyarakat dan mencerdaskan kehidupan bangsa (Wibawa 2017). Yang bertanggung jawab untuk mengabdi ke masyarakat tentunya seluruh sivitas akedemika perguruan tinggi tersebut yang masing-masing tentunya memiliki cara-cara pengabdian dengan yang berbeda. Contoh bentuk pengabdian mahasiswa kepada masyarakat adalah melalui organisasi-organisasi kemahasiswaan, baik itu dalam bentuk bakti sosial, penyuluhan, pendampingan masyarakat atau hal lainnya. Sedangkan bentuk pengabdian dari para dosennya adalah bisa dalam bentuk jurnal-jurnal penelitian yang bisa dipergunakan oleh masyarakat secara luas atau penemuan-penemuan yang pada akhirnya akan membantu masyarakat di kehidupan sehari-hari.
Dari uraian tersebut kita sudah bisa mendapatkan gambaran sederhana tentang penerapan dari isi Tri Dharma Perguruan Tinggi di atas. Hal tersebut tidak akan bisa terwujud dengan optimal jika tidak ada sistem yang terbangun di perguruan tinggi tersebut.
Tri Dharma Perguruan tinggi merupakan satu kesatuan yang saling berkaitan satu sama lain. Ketiganya akan saling mempengaruhi. Oleh karena itu, landasan pendidikan dan ilmu perlu diperkuat dengan sistem pengajaran yang baik di kelas serta membangun budaya pendidikan yang positif. Setelah itu barulah melakukan penelitian dan pengembangan, serta pemberdayaan masyarakat juga bisa terimplementasi sesuai dengan tujuan dan cita-cita Tri Dharma Perguruan Tinggi.